Turunnya Nabi Isa Alaihissallam
Pasal Ketiga
TURUNNYA NABI ISA ALAIHISSALLAM
Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
Sebelum berbicara tentang turunnya Nabi ‘Isa bin Maryam Alaihissallam alangkah baiknya bagi kita untuk mengenal terlebih dahulu sifat-sifatnya yang dijelaskan dalam nash-nash syara’.
1. Sifat Nabi ‘Isa Alaihissallam
Sifat beliau yang dijelaskan dalam berbagai riwayat bahwa beliau seorang laki-laki, perawakannya sedang, tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, berkulit merah dan berbulu, dadanya bidang, rambutnya lurus, seolah-olah dia baru keluar dari pemandian, beliau memiliki rambut yang melebihi cuping telinga, disisir rapi hingga memenuhi kedua pundaknya.
Beberapa hadits yang menjelaskan sifat-sifat tersebut:
Di antaranya apa yang diriwayatkan oleh asy-Syaikhani dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِيْ لَقِيْتُ مُوْسَى… (فَنَعَتَهُ إِلَى أَنْ قَالَ:) وَلَقِيْتُ عِيْسَى… (فَنَعَتَهُ فَقَالَ:) رَبْعَةٌ، أَحْمَرُ، كَأَنَّمَا خَرَجَ مِنْ دِيْمَاسٍ (يَعْنِي: الْحَمَّامَ).
“Aku berjumpa dengan Musa ketika aku di-isra’-kan… (lalu beliau menyebutkan sifatnya hingga beliau berkata): dan aku berjumpa dengan ‘Isa… (lalu beliau mensifatinya dengan berkata,) bertubuh sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), merah, seakan-akan dia keluar dari kamar mandi.’” [1]
Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
رَأَيْتُ عِيْسَـى وَمُوْسَى وَإِبْرَاهِيْمَ، فَأَمَّا عِيْسَى؛ فَأَحْمَرُ جَعْدٌ عَرِيْضُ الصَّدْرِ.
Aku melihat ‘Isa, Musa dan Ibrahim (pada malam Isra’), adapun ‘Isa adalah orang (yang berkulit) merah, berambut ikal, dan berdada bidang.’”[2]
Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَقَدْ رَأَيْتُنِيْ فِي الْحِجْرِ وَقُرَيْشٌ تَسْأَلُنِيْ… (فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ، وَفِيْهِ:) وَإِذَا عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ قَائِمٌ يُصَلِّي، أَقْرَبُ النَّاسِ بِهِ شَبَهًا عُرْوَةُ ابْنُ مَسْعُوْدٍ الثَّقَفِيْ.
‘Aku melihat diriku berada di dekat Hajar Aswad sementara orang-orang Quraisy bertanya kepadaku… (lalu beliau menuturkan hadits, di dalamnya ada ungkapan): Ternyata ‘Isa bin Maryam sedang melakukan shalat, orang yang paling mirip dengannya adalah ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi.’” [3]
Sementara dalam ash-Shahiihain dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرَانِـيْ لَيْلَةً عِنْدَ الْكَعْبَةِ، فَرَأَيْتُ رَجُلاً آدَمَ كَأَحْسَنِ مَا أَنْتَ رَاءٍ مِنْ أَدْمِ الرِّجَالِ، لَهُ لَمَّةٌ كَأَحْسَنِ مَا أَنْتَ رَاءٍ مِنَ اللَّمَمِ، قَدْ رَجَّلَهَا، فَهِيَ تَقْطُرُ مَاءً، مُتَّكِئًا عَلَى رَجُلَيْنِ أَوْ عَلَى عَوَاتِقِ رَجُلَيْنِ، يَطُوْفُ بِالْبَيْتِ، فَسَأَلْتُ: مَنْ هَذَا؟ فَقِيْلَ: هَذَا الْمَسِيْحُ بْنُ مَرْيَمَ.
“Pada suatu malam aku bermimpi berada di Ka’bah, lalu aku melihat seseorang berkulit coklat paling bagus, di antara semua laki-laki yang berkulit coklat, rambutnya sampai ke bawah telinganya dan sangat indah yang pernah kamu lihat, tersisir rapi dan meneteskan air, dia bersandar pada dua orang atau pada pundak dua orang, dia sedang melakukan thawaf, lalu aku bertanya, ‘Siapakah dia?’ Dijawab, ‘Dia adalah al-Masih bin Maryam.’” [4]
Dalam riwayat al-Bukhari dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, “Tidak, demi Allah! Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak mengatakan merah, akan tetapi dia berkata (lalu mengungkapkan hadits di atas secara lengkap).” [5]
Dalam riwayat Muslim dari beliau Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِذَا رَجُلٌ آدَمُ… (إِلَى أَنْ قَالَ:) رَجِلُ الشَّعْرِ.
“Ternyata dia adalah seorang laki-laki berkulit coklat (sawo matang)… (sampai dia berkata) rambutnya tersisir rapi.”[6]
Sedangkan menggabungkan riwayat-riwayat ini, tegasnya pada sebagian riwayat bahwa beliau berkulit merah, sementara pada riwayat lain berkulit coklat, pada sebagian riwayat rambutnya lurus sementara pada riwayat yang lain rambutnya ikal:
Sesungguhnya tidak ada kontradiksi antara merah dengan warna coklat, karena mungkin saja warna coklat yang jernih (sehingga tampak kemerah-merahan,-penj.).[7]
Sedangkan riwayat yang menjelaskan pengingkaran Ibnu ‘Umar bagi riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi ‘Isa berkulit merah, maka hal itu bertentangan dengan yang dihafal oleh yang lainnya. Abu Hurairah dan Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa beliau Alaihissallam berkulit merah.
Adapun mengenai sebagian riwayat yang menerangkan bahwa beliau berambut lurus, sedangkan di dalam riwayat lain berambut ikal padahal ikal adalah lawan dari lurus, maka mungkin saja menggabungkan keduanya bahwa beliau berambut lurus, adapun pensifatannya dengan al-Ja’du (di antara maknanya adalah keriting,-pent.) maksudnya adalah al-Ja’du pada badan bukan pada rambut, yang maknanya dagingnya padat.[8]
2. Sifat Turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam
Setelah keluarnya Dajjal dan kerusakan yang dia lakukan di bumi, maka Allah mengutus ‘Isa Alaihissallam, lalu beliau turun ke bumi. Beliau turun di menara putih sebelah timur Damaskus di Syam. Beliau memakai dua helai pakaian yang dicelup dengan minyak ja’faran, meletakkan kedua tangannya di atas sayap dua Malaikat. Apabila dia menundukkan kepala, maka turunlah rambutnya, dan jika dia mengangkatnya, maka berjatuhanlah keringatnya bagaikan butir-butir mutiara, tidaklah seorang kafir pun yang mencium nafasnya melainkan dia akan mati, sementara nafasnya sejauh pandangannya.
Nabi ‘Isa Alaihissallam akan turun di kalangan ath-Thaaifah al-Manshuurah (Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah) yang berperang di atas kebenaran. Mereka semua bergabung untuk memerangi Dajjal, lalu beliau akan turun ketika iqamah shalat dikumandangkan dan beliau shalat di belakang seorang pemimpin dari kelompok tersebut.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Inilah yang paling masyhur tentang tempat turunnya beliau Alaihissallam, yaitu di atas menara putih bagian timur kota Damaskus, dan saya telah melihat pada sebagian kitab sesungguhnya dia akan turun di menara putih sebelah timur masjid jami Damaskus. Barangkali inilah pendapat yang lebih terpelihara… karena di Damaskus tidak dikenal ada sebuah menara di bagian timur selain menara yang ada di sisi masjid jami al-Umawi di Damas-kus di sebelah timurnya. Inilah yang lebih tepat lagi cocok, karena dia akan turun ketika shalat didirikan, lalu pemimpin kaum muslimin akan berkata kepadanya, “Wahai Ruuhullaah! Majulah,” lalu dia berkata, “Engkau yang maju, karena sesungguhnya iqamat dikumandangkan untukmu.” Sementara pada sebagian riwayat: “Sebagian dari kalian adalah pemimpin bagi yang lain-nya, sebagai kemuliaan yang Allah berikan kepada umat ini.”[9]
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa pada zamannya, yaitu pada tahun 741 H, kaum muslimin memperbaharui menara dengan menggunakan batu putih. Ketika itu pembangunannya diambil dari harta kaum Nasrani yang telah membakar menara tersebut yang berada di tempat mereka, barangkali ini merupakan salah satu tanda kenabian yang tampak, di mana Allah men-takdirkan pembangunan menara ini dari harta orang-orang Nasrani agar Nabi ‘Isa bin Maryam turun pada menara tersebut, untuk membunuh babi, meng-hancurkan salib, tidak menerima jizyah dari mereka, akan tetapi pilihannya adalah masuk Islam atau dibunuh, demikian pula orang-orang kafir dari ka-langan yang lainnya.[10]
Dijelaskan dalam hadits an-Nawwas bin Sam’an yang panjang tentang keluarnya Dajjal kemudian turunnya ‘Isa Alaihissallam, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila Allah telah mengutus al-Masih bin Maryam, dia akan turun di Menara putih sebelah timur Damaskus, dengan mengenakan dua pakaian yang dicelupkan wars dan ja’faran, meletakkan kedua telapak tangannya di sayap dua Malaikat. Ketika dia menundukkan kepalanya, maka rambutnya akan turun, dan ketika dia mengangkatnya, maka akan berjatuhan darinya (keringat) bagaikan butiran mutiara, maka tidaklah seorang kafir mencium aroma nafasnya melainkan dia akan mati, dan aroma nafasnya sejauh mata memandang. Kemudian dia akan mencarinya -mencari Dajjal- hingga dia mendapatkannya di pintu Ludd, lalu membunuhnya. Selanjutnya satu kaum yang Allah lindungi akan datang kepada ‘Isa bin Maryam, lalu dia akan mengusap wajah mereka dan bercerita kepada mereka tentang derajat mereka di dalam Surga.”[11]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab Ahaaditsul Anbiyaa’, bab Qaulullaah wadzkur fil Kitaabi Maryam (VI/476, al-Fat-h), Shahiih Muslim, bab al-Israa bi Rasuulillaah Shallallahu ‘alaihi wa salalm wa Fardhush Shalaawaat (II/232, Syarh an-Nawawi).
[2]. Shahiih al-Bukhari, kitab Ahaadiitsul Anbiyaa’, bab Qaulullaah waddzkur fil Kitaabi Maryam (VI/ 477, al-Fat-h).
[3]. Beliau adalah seorang Sahabat yang mulia Abu Mas’ud ‘Urwah bin Mas’ud bin Mu’tab bin Malik ats-Tsaqafi Radhiyallahu anhu. Masuk Islam setelah Rasulullah Shallallahu ‘alihi wa sallam pergi dari Tha-if, sebelumnya beliau memiliki peranan penting dalam perdamaian Hudaibiyyah, dia adalah orang yang dicintai dan ditaati oleh kaumnya, penduduk Tha-if. Maka ketika beliau mengajak mereka untuk masuk Islam, mereka semua membunuhnya dan ketika panah mereka mengenainya, dikatakan kepadanya, “Apakah yang engkau lihat tentang darahmu?” Dia menjawab, “Ini adalah kemuliaan yang Allah berikan kepadaku, syahadah yang dikaruniakan kepadaku, maka tidaklah di dalam diriku kecuali bagian yang didapatkan oleh para syuhada yang wafat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum dia meninggalkan kalian,” lalu Nabi berkata tentangnya, “Perumpamaan ‘Urwah bagaikan Sahabat Yasin, dia mengajak kaumnya kepada jalan Allah, lalu mereka membunuhnya.”
Dan ada yang berpendapat, “Dialah yang dimaksud dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَقَالُوا لَوْلَا نُزِّلَ هَٰذَا الْقُرْآنُ عَلَىٰ رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ
“Dan mereka berkata, ‘Mengapa al-Qur-an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Tha-if) ini.” [Az-Zukhruf: 31]
Lihat al-Istii’aab fii Ma’rifatil Ashhaab (III/1066-1067) tahqiq ‘Ali al-Bajawi, karya Ibnu ‘Abdil Barr, dan al-Ishaabah fii Tamyiizish Shahaabah (II/477-478), karya Ibnu Hajar dan Tajriidu Asmaa-ish Shahaabah (I/380), karya adz-Dzahabi.
Hadits ini tercantum dalam Shahiih Muslim, bab Dzikrul Masiih Ibni Maryam Alaihissallam (II/237-238, Syarh an-Nawawi).
[4]. Shahiih al-Bukhari, kitab Ahaadiitsul Anbiyaa’ (VI/477, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, bab Dzikrul Masiih Ibni Maryam ‘Alaihis Salaam (II/233, Syarh an-Nawawi).
[5]. Shahiih al-Bukhari (VI/477).
[6]. Shahiih Muslim (II/236).
[7]. Al-Isyaa’ah (hal. 143).
[8]. Lihat kitab Fat-hul Baari (VI/486).
[9]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaanu Nuzuuli ‘Isa bin Maryam Hakiman bi Syarii’ati Nabiyyinaa Muhammadin J (II/193, Syarh an-Nawawi).
[10]. An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/144-145) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[11]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah, bab Dzikrud Dajjal (XVIII/67-68, Syarh an-Nawawi).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3245-pasal-ketiga-turunnya-nabi-isa-alaihissallam.html